Tuesday 26 January 2010

Sherlock Holmes

2009
Warner Bros Pictures
Genre: Action, Crime, Mystery
Sutradara: Guy Ritchie
Pemain: Robert Downey Jr., Jude Law, Rachel McAdams, Mark Strong
Penulis: Micheal Robert Johnson, Anthony Peckham, Simon Kinberg, and Lionel Wigram
Sinematografer: Phillipe Rousselot
Musik: Hans Zimmer
Durasi: 128 menit
MPAA Rating: PG-13 for intense sequence of violence and action, some startling images and a scene of suggestive material
Nilai: A-

Tagline itu menggambarkan semuanya. Inilah Sherlock Holmes hasil dekonstruki Guy Ritchie. Jangan bayangkan Holmes yang dingin dan kaku. Sherlock Holmes dalam film ini sangat khas Ritchie: lincah, bawel, dan sedikit kenes. Awalnya saya sungguh takut menonton film ini. Saya takut imaji dan kekaguman saya atas Sherlock Holmes akan rusak diobrak-abrik oleh Ritchie. Nyatanya di akhir film saya bisa tersenyum lega. Imaji dan kekaguman saya tidak luntur sedikitpun. Saya bahkan masih bisa merasakan keasyikan dan kekaguman yang dulu saya rasakan ketika membaca The Sign of Four. (Bagi anda yang sudah membacanya tentu ingat ketika Watson menantang Holmes menebak siapa pemilik arloji yang dibawanya hari itu. Nah, adegan ini, dengan sedikit penyesuaian, disisipkan Ritchie di dalam film. Mungkin sebagai tribut).

Ada banyak adegan “analisa ringan” semacam itu di film ini. Maka dari itu saya menyimpulkan film ini bisa menjadi pengantar yang mengasyikkan bagi penonton awam untuk mulai mengagumi dan mencintai detektif tercerdas di muka bumi ini. Meski penuh resiko, saya pikir Ritchie berhasil. Memang karakter Holmes jadi agak “aneh”, tapi (dan ini membuat saya agak heran) tidak ada keganjilan sebagaimana Batman dirusak oleh Joel Schumacher. Bolehlah dikatakan bahwa kali ini Ritchie tidak mengecewakan siapapun…

Saturday 23 January 2010

Lord of War

2005
Lions Gate Entertainment
Genre: Drama, Political Crime Thriller
Sutradara: Andrew Niccol
Pemain: Nicholas Cage, Jared Leto, Ethan Hawke
Penulis: Andrew Niccol
Sinematografer: Amir Mokri
Musik: Antonio Pinto
Durasi: 123 Menit
MPAA Rating: R for strong violence, drug use, language, and sexuality
Nilai: A

Satu dari sekian banyak alasan untuk menyukai Lord of War-nya Andrew Niccol: selera humornya yang sinis. Film ini betul-betul lucu, sampai-sampai saya sedih sendiri mengingat yang ditertawakan adalah dunia yang kita tinggali saat ini. Puas-puaslah menertawai segala hal yang patut ditertawai dalam film ini: para birokrat, para politikus keji, para ekstremis, para sadis, para humanis, sampai kemanusiaan itu sendiri. (Hey, kapan lagi?).

Agak aneh juga sebetulnya. Setiap mendengar nama Andrew Niccol otak saya masih kecantol oleh The Truman Show yang mengharu biru itu. Sedangkan dalam Lord of War Niccol tampak lebih santai, meski tema yang diusung tetap terlihat “berat”. Proses naratif film ini betul-betul lezat. Sepanjang film kita dituntun untuk memahami seluk beluk dunia penjualan senjata dari sudut pandang Yuri Orlov (Nicholas Cage), seseorang yang mengaku “hanya terampil dalam bidang tersebut”. Anda tak perlu berpikir keras memahami sinisme film ini, sebetulnya. Ikuti saja Yuri Orlov dan tertawalah bersamanya.

Sejauh yang saya tahu, orang sinis biasanya menyebalkan. Tapi, Yuri Orlov adalah tipikal sinisme yang cerdas. Mau tidak mau saya malah menaruh simpati padanya. Bagaimana tidak? Dia menghitung laba penjualan senjata sambil menduduki patung Lenin…

El Orfanato

2007
Warner Bros
Genre: Horror
Sutradara: Juan Antonio Bayona
Pemain: Belen Rueda, Fernando Cayo, Roger Princep
Penulis: Sergio G. Sanchez
Sinematografer: Oscar Faura
Musik: Fernando Velazquez
Durasi: 105 Menit
MPAA Rating: R for some disturbing content
Nilai: B+

Ini adalah sebuah contoh film horror yang bagus. Menakutkan? Tidak begitu. Saya lebih bergidik melihat Linda Blair turun tangga sambil kayang di The Exorcist. Namun El Orfanato memiliki ending yang sangat bagus, sampai-sampai memaksa saya memaafkan alur cerita yang datar di bagian awal. Bocah yang berteman dengan hantu? Biasa. Si bocah menghilang dan menyebabkan rentetan tragedi? Lebih biasa. Bukankah formula semacam itu juga yang kita lihat di The Omen? Tapi, tunggu sampai rangkaian puzzle itu bermuara di bagian akhir. Untunglah Film ini tidak terjatuh pada trik-trik murahan ala “terapi kejut” untuk menakuti-nakuti penonton sebagaimana dipraktekkan Drag Me To Hell-nya Sam Raimi. Skenario film ini sendiri sudah memiliki fondasi yang kuat. Jadi, saya pikir urusan menakutkan atau tidak adalah derivasi dari kekuatan skenario dan tingkat kepercayaan anda terhadap hantu.

Setelah sempat kecewa oleh Paranormal Activity, akhirnya minggu ini saya dibuat terhibur oleh sebuah film horor yang betul-betul bagus. Overall: “Yah, lumayan, daripada lu manyun…”.

Thursday 21 January 2010

Paranormal Activity


2007
Paramount Pictures & Dreamworks Pictures
Genre: Horror
Sutradara: Oren Peli
Pemain: Katie Featherson, Micah Sloat
Penulis: Oren Peli
Durasi: 92 Menit
MPAA Rating: Rated R for language
Nilai: C

Well, apa mau dikata? Seandainya saja film ini pertama di jenisnya, mungkin penilaian saya akan lain. Pasalnya, beberapa tahun belakangan film berjenis “dokumenter jadi-jadian” seperti ini sudah banyak dibuat para sineas. Mungkin maksud hati mencari sudut bercerita alternatif yang bisa mengentalkan intensitas pengalaman sinematik. Tapi, bagi saya, perspektif pseudo-dokumenter begini lama-kelamaan menjadi semacam apologia bagi skenario yang buruk. Ingat Cloverfield? Nah! Dari semua “demam dokumenter” ini, ada dua pengecualian yang istimewa: District 9 dan Rachel Getting Married. Meskipun begitu, toh, keduanya tetap tidak bisa mengubah opini saya terhadap film-film sejenis.

Mungkin bagi anda yang sudah jenuh dengan film horror yang gitu-gitu aja, film ini bisa jadi alternatif yang menyegarkan. Tapi, jika anda termasuk orang yang menilai suatu pengalaman sinematik dari kekuatan narasi dan ide cerita, tidak perlulah saya membahas lebih jauh bagaimana buruknya akting si cewek, lebih baik segera lupakan film ini.